Manasik adalah bentuk jamak dari kosakata “Mansak” yang artinya secara bahasa adalah ibadah. Mansak terkadang diucapkan menjadi “Nusuk” sebagaimana dalam doa iftitah sebelum bacaan Al-Fatihah dalam sholat. Di dalam kitab Zàd Al-Mustaqni’, diterangkan bahwa yang dimaksud dengan Manasik adalah amalan-amalan ibadah yang terkait dengan haji dan umroh.
Manasik haji itu banyak ragamnya, ada yang rukun, ada yang wajib dan ada yang sunnah. Manasik yang banyak itu bisa diurutkan menjadi tiga arus utama: arus Arofah, arus Musdalifah dan arus Mina, sehingga disingkat menjadi “ARMINA”. Begitu pula dengan kehidupan manusia, ada tafsir yang bisa diambil dari tiga arus itu.
I. Arus Pertama: AROFAH.
Manasik yang dilakukan di sini adalah Wuquf (berdiam diri sejak waktu istiwa’ hingga terbenan matahari). Wuquf itu rukun haji yang harus dilakukan untuk mengenang pertemuan Adam dan Hawwa’ sebagai tonggak sejarah dimulainya kehidupan manusia dalam membentuk rumah tangga kecil yang disebut dengan “keluarga” hingga akhirnya berubah menjadi rumah tangga besar yang disebut dengan “ummat manusia”.
Saking pentingnya mengenang pertemuan itu, muslim yang tidak berhaji pun diperintahkan untuk melakukan “Puasa Arofah” yang hukumnya sunnah muakkadah. Arofah itu mempunyai arti ‘perkenalan’, yaitu sebuah arus pertama dalam kehidupan manusia ketika bermasyarakat.
Masyarakat manusia yang kemudian bersuku-suku dan berbangsa itu juga harus saling mengenal, sebagaimana firman Allah di bawah ini:
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُمْ مِنْ ذَكَرٍ وَأُنْثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا ۚ إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِنْدَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal” (QS Al-Hujurat 13).
Orang yang berpotensi dalam keilmuan atau dalam kepemimpinan untuk dapat menjadi pemimpin masyarakat harus melalui arus perkenalan. Allah juga memperkenalkan para nabi dan rasul-Nya kepada ummat-Nya.
II. Arus Kedua: MUZDALIFAH
Manasik yang dilakukan di sini adalah bermalam (مبيت) yang hukumnya wajib menurut madzhab Syafi’i. Manasik mabit dilakukan untuk mengenang tempat Adam dan Hawwa’ melakukan hubungan badan hingga melahirkan anak-anak yang secara turun temurun membentuk adanya ummat manusia. Secara bahasa musdalifah berarti ‘berdekatan’ atau ‘berkumpul’ sebagai bentuk penghalusan kata ‘bersetubuh’.
Arus kedua bagi kehidupan manusia ketika bermasyarakat adalah arus pertemuan dan perkumpulan yang dalam bahasa Arab sering disebut ‘Mukholathoh’ (berinteraksi), ‘Mu’amalah’ (bertransaksi) atau ‘Muwàsholah’ (berkomunikasi). Karena itulah manusia disebut makhluk bermasyarakat atau civil society (الانسان مدني بالطبع). Dan untuk melengkapi arus perkumpulan dalam kehidupan bermasyarakat, manusia membuat organisasi seperti Nahdlatul Ulama.
III. Arus Ketiga: MINA
Manasik yang dilakukan di sini adalah melempar jumrah. Pada tanggal 10 Dzul Hijjah, melempar Aqobah sebagai rukun haji. Pada tanggal 11, 12 dan 13 Dzul Hijjah melempar Ula, Wustho dan Aqobah sebagai kewajiban haji.
Kata MINA itu berasal dari MUNA bentuk jamak dari kata MUNYAH (منى جمع منية), artinya cita-cita.
Dan di dalam kehidupan bermasyarakat, manusia harus mempunyai cita-cita. Lafal yang maknanya sinonim dengan المنية adalah الامل yang berati cita-cita. Kehidupan manusia akan mempunyai makna apabila ada cita-cita, sebagaimana sabda Nabi SAW di bawah ini.
قال النبي صلى الله عليه وسلم: إنما الأمل رحمة من الله لأمتي، لولا الأمل ما أرضعت أم ولدا، و لا غرس غارس شجرا، رواه أنس بن مالك ، نقله السيوطي في الجامع الصغير
Nabi SAW bersabda: “Cita-cita itu rahmat dari Allah untuk ummatku. Jikalau tidak ada cita-cita, maka tidak ada ibu yang menyusui anak dan tidak ada orang yang menanam pohon” (Dari Anas bin Malik, dikutip As-Suyuthi di Al-Jami’ As-Shoghir).
Dalam perjalanan untuk mencapai cita-cita, manusia seringkali menghadapi rintangan. Dan upaya menghilangkan rintangan itu disimbolisasikan dengan melempar jumrah dalam manasik haji yang dilakukan di Mina.
Tulisan ini terpaksa saya singkat, sebab kalau diurai bisa menjadi berpuluh-puluh halaman.
Referensi
المناسكُ: جمعُ مَنْسَكْ، والتنسُّكُ: هو التعبُّدُ، والنُّسُكُ: هو العبادةُ، لكن أكثر ما يُطلقُ في لسانِ الشرعِ وفي كلامِ أهلِ العلمِ على أفعالِ الحجِّ والعمرةِ، قال تعالى: فَإِذَا قَضَيْتُمْ مَنَاسِكَكُمْ [البقرة:200]والمناسكُ هنا: هي أعمالُ الحجِّ، وأخصُّ من هذا إطلاقُ النُّسكِ على الذّبحِ: قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي [الأنعام:162] وقال النبيُّ -صلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ- لكعب: (أنسك شاةً) أي: اذبحْ شاةً فالمناسكُ إذًا هي أعمالُ الحجِّ والعمرةِ (زاد المستقنع: المناسك – درس1)
Wallohu A’lamu Bisshowàbi.