Oleh : H. Mohammad Danial Royan
Untuk membersihkan lantai, halaman, tempat tidur dan sebagainya seringkali manusia menggunakan sapu lidi, sejumlah lidi yang diikat dengan tali menjadi satu. Sejak kapan sapu lidi itu ada?. Dalam kitab “Bada’iuz Zuhur”, Ibnu Iyas menceritakan bahwa Nabi Ayyub AS pernah mengalami sakit kulit selama 18 tahun.
Ketika badannya terasa panas, dia memanggil istrinya yang bernama Rahmah agar diambilkan air untuk mengkompres kepalanya. Saking sibuknya di dapur, Rahmah tidak mendengar panggilan suaminya. Karena panggilannya tidak disahut, Nabi Ayyub AS salah faham terhadap istrinya, dia menyangka istrinya sudah tidak loyal kepadanya. Dia marah lalu bersumpah: “Demi Allah aku bernadzar, kalau aku sembuh aku akan cambuk istriku sebanyak 100 kali.” Sesudah dia sembuh, dia ingin melaksanakan nadzarnya, namun tidak tega kepada istrinya.
Jika mencambuk istrinya dia merasa salah karena menyakiti istrinya. Jika tidak, dia juga merasa salah karena tidak memenuhi nadzar yang ia ucapkan dengan menyebut asma Allah. Bingunglah dia. Dalam siatuasi seperti itu, datanglah Jibril AS lalu memberikan advis: “Wahai Ayyub, demi menjunjung tinggi nama Tuhanmu, kau harus melaksanakan nadzarmu!.”
Ayyub menjawab: “Wahai Jibril, aku tidak tega untuk mencambuk istriku 100 kali!.”
Jibril AS memberikan solusi: “Ambillah lidi sebanyak 100 biji terus kau ikat dengan tali menjadi satu lalu kau cambukkan 1 kali saja kepada istrimu maka itu sama dengan mencambuknya 100 kali dan gugurlah nadzarmu!.”
Setelah Ayyub melakukan apa yang diadviskan Jibril dan merasa lega karena nadzarnya telah gugur, dia dan istrinya mengadakan syukuran dengan makan bersama. Ternyata wadah-wadah makanan itu menjadi sampah, maka diambillah 100 lidi yang terikat itu untuk membersihkan sampah. Hal itu diteruskan oleh anak cucu mereka, di mana ada sampah mereka membuat ikatan lidi untuk membersihkannya, lalu dinamai “Sapu” yang artinya membersihkan. Dan hingga sekarang sapu lidi masih digunakan oleh manusia sebagai perkakas rumahtangga dalam kebersihan meskipun sudah ada teknologi hulu yang super canggih.
Ada beberapa pelajaran yang bisa diambil dari cerita di atas sbb:
- Nadzar yang diucapkan dengan menyebut nama Allah, yaitu ucapan demi Allah atau sejenisnya, maka wajib dilaksanakan. Jika tidak, karena ada halangan, maka wajib membayar kaffarat berupa puasa tiga hari atau memberi makan 10 orang miskin, tiap 1 orang 1 mud. 1 mud sama dengan 6 ons beras.
- Sapu lidi itu merupakan simbolisasi kekompakan manusia dalam kehidupan sosial. Jika 100 lidi terikat dengan tali yang kuat menjadi satu maka dapat menyingkirkan sampah. Jika masyarakat kompak menjadi satu maka dapat mengatasi masalah. Jika 100 lidi itu talinya terlepas maka lidi-lidi itu tidak dapat menyingkirkan sampah karena dirinya sendiri sedang menjadi sampah. Jika masyarakat sudah tidak kompak maka mereka tidak dapat mengatasi masalah karena mereka sendiri sedang menjadi masalah. Mana mungkin masalah mengatasi masalah?
- Manusia terbaik adalah orang yang dapat mengatasi masalah dan manusia terburuk adalah orang yang membuat masalah.
Wallahu A’lamu Bisshawàbi…